DETIKPANGAN.COM, JAKARTA – Ekonom Senior IPB University, Prof Firdaus optimis program intensifikasi dan juga ekstensifikasi yang digencarkan Kementerian Pertanian (Kementan) mampu mewujudkan visi Presiden Prabowo Subianto, yaitu Swasembada Pangan.
Setidaknya, kata Firdaus, realisasi swasembada pada beberapa tahun ke depan bisa dilakukan pada 2 komoditas yakni beras dan jagung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya optimis kemungkinan besar untuk beras bisa (swasembada), keterlaluan kalau tidak,” ujar Firdaus, Jumat, 13 Desember 2024.
Meski demikian, Firdaus menekankan pentingnya alokasi tambahan anggaran untuk intensifikasi. Paling tidak dua per tiga dari anggaran ekstensifikasi yang sepertiga.
Langkah ini penting mengingat berbagai program yang ada saat ini harus bermuara pada kesejahteraan petani.
“Kalau boleh urun rembuk untuk upaya swasembada, jadi kelihatannya proporsi antara intensifikasi dalam kaitan alokasi anggaran, itu harusnya bisa lebih besar ya. Jadi intensifikasi kalau dua per tiga, extensifikasi itu yang sepertiganya,” katanya.
Berikutnya, menurut Firdaus pemerintah juga harus mulai mempersiapkan lebih banyak lagi pihak mana saja yang akan menjadi off taker untuk melakukan penyerapan secara cepat pada saat panen raya tiba.
“Untuk kemandirian pangan yang sustained, ada perangkat UU yang belum banyak turunannya yaitu UU 19/2013, yang mencakup semisal jaminan pasar, maka perlu dilihat pasal demi pasal yang bagus untuk diimplementasikan.,” katanya.
Sebagai informasi, intensifikasi yang dilakukan mencakup optimalisasi lahan rawa (Oplah) dan ekstensifikasi mencakup cetak sawah baru.
Pemerintah melalui kementan telah mengalokasikan berbagai bantuan seperti penyediaan benih unggul, tambahan volume pupuk hingga mendistribusikan alat mesin pertanian.
Dengan berbagai upaya tersebut, beras cadangan pemerintah semakin menguat, di mana ada lebih dari 2 juta ton yang masuk di gudang-gudang Bulog.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat anomali berupa deflasi pada komoditas beras. Pada November 2024, harga beras mengalami penurunan sebesar 0,45 persen dengan andil deflasi sebesar 0,02 persen.
Deflasi ini terjadi di 26 provinsi, dengan penurunan terdalam tercatat di Papua Pegunungan sebesar 4,64 persen.
Adapun penyebab deflasi beras terjadi karena penurunan harga mulai dari gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), beras medium, dan premium.
Sementara harga Gabah Kering Panen turun sebesar 1,86 persen secara bulanan (month to month) dan 6,18 persen secara tahunan (year on year). Adapun untuk gabah kering giling turun sebesar 1,84 persen secara bulanan dan sebesar 8 persen secara tahunan.
Sedangkan untuk rata-rata harga beras di penggilingan pada bulan November 2024 turun sebesar 1,23 persen secara bulanan dan sebesar 3,79 secara tahunan.
Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman pada kesempatan sebelumnya memastikan pemerintah terus mengerjakan program swasembada pangan melalui intensifikasi dan juga ekstensifikasi.
Saat ini, kata Mentan, progres swasembada sudah masuk pada tahap produksi, di mana terdapat optimasi lahan atau Oplah yang digarap kelompok brigade swasembada pangan.
“Optimasi lahan dan teknologi pertanian menjadi kunci utama dalam meningkatkan hasil produksi. Kami berkomitmen untuk mengadopsi mekanisasi pada segala lini kegiatan pertanian guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dengan langkah ini, kami berharap dapat membawa sektor pertanian Indonesia ke level yang lebih maju dan berkelanjutan,” katanya.
Menurut Mentan, Intensifikasi adalah garapan lahan eksisting yang dilakukan di beberapa daerah seperti di Pulau Jawa dengan mengintervensi lahan kering melalui solusi cepat darurat pangan yaitu program PAT dan pompanisasi.
“Itu adalah solusi cepat untuk meningkatkan produksi disaat el nino panjang. Kemarin kita gunakan pompanisasi dan Alhamdulliah produksi kita menghasilkan 1 juta ton lebih,” jelas Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin ini.