Oleh Suf Kasman
Detikpangan.com – Hari ini ditetapkan untuk mengenang kontribusi besar para santri dalam memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Memang penting mengenang Hari santri Nasional, tentu bertujuan meneladani nilai-nilai santri seperti keikhlasan, pengabdian, dan nasionalisme, untuk terus diaktualisasikan dalam membangun bangsa.
Saya teringat ketika masih jadi santri di Pondok Pesantren DDI Kaballangan Pinrang era 1980an.
Kami diajar Anregurutta K.H. Abdurrahman Ambo’ Dalle’. Salah seorang ulama kharismatik dan tokoh pendidikan Islam di Sul-Sel.
Kami pun dididik para Mu’allim terbaik jebolan Timur-Tengah di Pesantren DDI tsb.
Masya Allah, berkesan sekali menjadi santri di Pondok Pesantren DDI Kaballangan waktu itu.
Selaku santri, kami menjalani pendidikan agama secara intensif dan terintegrasi di setiap aspek kehidupan sehari-hari, bukan hanya di dalam kelas.
Rutinitas ini mencakup kegiatan belajar yang terstruktur mulai dari ibadah, pengajian kitab, shalat berjamaah di masjid Al-Washilah, muhadharah (latihan ceramah), hingga belajar Ilmu Nahwu Sharaf (Kitab Kuning).
Belajar di Pondok Pesantren DDI Kaballangan sungguh asyik, karena menawarkan pendalaman ilmu agama secara komprehensif, suasana Islami yang kondusif, dan kesempatan untuk membentuk kesalehan individual.
Selain itu, ada beragam kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, seni, drumband, rekreasi di Lapésandorang yang membuat santri belajar tidak membosankan.
Banyak masyarakat menjustice Pesantren adalah pabrik “Orang Shaleh berakhlak mulia”.
Mereka melihat anak santri membiasakan ibadah dan jauh dari pergaulan negatif, sehingga
tidak sedikit orang tua menitip anaknya untuk menjadi santri di Pondok Pesantren. Cau’i Mampi’i Ana’na, Malinrang Tédong Bonga.
**
Di sela-sela menjadi santri di Pondok Pesantren DDI Kaballangan waktu itu, kami aktif juga menghadiri “ANCABA”.
Apa itu ANCABA?
Anak santri Candu Baca Doang.
Bila ada salah seorang masyarakat yang meninggal dunia, kami punya group “ANCABA” pergi mengkhatamkan Al-Quran di rumah duka.
Apa untungnya ikut ANCABA usai shalat Isyah?
Anak santri Candu Baca Doang yang turut menyertai itu, usai menghibahkan bacaan Al-Quran 30 juz di rumah duka, mereka dihadiahi bungkusan Kue 𝘱𝘭𝘶𝘴 Angpao.
Isi amplopnya mulai Rp 5.000-10.000 (Sepuluh Ribu Rupiah), tergantung kemampuan ekonomi keluarga almarhum.
Angka Rp 5.000-10.000 kala itu lumayan banyak, bisa menghidupi santri 2-3 minggu ke depan. Wedding si Mappacéndé-Céndé Tau é.
Berkah keseringan khatam Al-Qur’an di rumah duka: Malengngo’ Baca é, Mabbarakka’ Poléangngé, Mario Nyawa e.
Masya Allah, baru berstatus santri di Pondok Pesantren sudah bisa menghasilkan akumulasi fulus.
Gegara ANCABA RI (Anak santri Candu Baca Doang Republik Indonesia).
Hampir setiap malam, usai shalat Isyah kami pasukan ANCABA mencari kabar kematian warga (takziah) untuk segera meluncur ke lokasi.
Bila melihat mobil pete-pete parkir di sekitar masjid Al-Washilah. Monri Pi Nasala pasti mobil jemputan ANCABA lagi itu.
Pendeknya, komunitas ANCABA ketat menjagai, mengawasi, serta memperhatikan setiap mobil pete-pete masuk pesantren. Apalagi bila sopir angkutannya ‘kajili-jili’ mencari sesuatu. Ai mencari tim ANCABA lagi itu.
Pernah sebuah mobil kijang pick up berhenti di sekitar masjid, tiba² diseruduk kerumunan santri, dikiranya “mobil jemputan ANCABA”. Mirip supporter PSM berdiri di bak pick up.
Padahal, mobil kijang pick up tsb stop karena sopirnya pergi menziarahi anaknya di Pesantren. Wuaddduuu, Lanta’ Golo’ De’ Musita.
Siri’-Siri’ é Mana.
Pada umumnya, mayoritas santri bila melihat mobil jemputan ANCABA, mau semua ikut.
Sementara setiap mobil angkutan hanya memuat 12 orang penumpang (santri).
Makanya, Yassilotténgi Ménre’ Oto É.
Kebetulan saya partner A. Malla’ yang lincah bagai Lenrong sungai Lasape’ yang suka lucu-lucu. Kegesitan A. Malla’ itulah kumanfaatkan minta tempat kosong satu. Wow Palasi Lanra’é.
Apalagi A. Malla’ waktu kecilnya sering memanjat pohon mangga Macan yang banyak semut rangrang (arélla).
Teknik memanjat itulah dia gunakan Makkadongé’ Téa Leppe’ bila mobil pete-pete diserbu santri ut ANCABA.
Pernah kami pergi ANCABA satu mobil pete-pete memuat 20 orang.
Karena beberapa santri yang berada dalam mobil tidak mau turun mengalah.
Biasanya santri enggan mundur, santri senior.
Kalamanna Makkatenni Masse’ Tettong Mabbancang.
Kiru’ Bida’na, Mappenynyak Songko’na.
Akhirnya, mobil pete-petenya pergi Karettu’-rettu’.
Laju roda melamban, napas penumpang ANCABA pun kian sesak.
Oto Toa Gondolo’ Ban na,
Marakoko’ Oning na,
Masya Allah, Sungguh indah pernah menjadi santri di Pondok Pesantren DDI Kaballangan Pinrang.
selamat hari Santri Nasional
Semoga langkahmu menjadi penerang peradaban dunia.