Site icon Detik Pangan

Mencari Kebenaran, Bukan Membungkam Sebuah Refleksi atas Kebebasan Pers dan Martabat Keadilan

Oleh: Muslimin Mawi

Detikpangan.com – Dalam peradaban yang menjunjung tinggi akal sehat dan hukum, tidak ada jalan yang lebih bermartabat daripada menempuh jalur konstitusional untuk mencari kebenaran.

Ketika seorang warga negara, siapapun dia, bahkan seorang Menteri, merasa nama baiknya atau marwah institusinya tercoreng oleh pemberitaan yang tidak berimbang, maka pintu pengadilan adalah ruang paling beradab untuk meminta keadilan berbicara.

Langkah yang diambil oleh Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, untuk menguji kebenaran sebuah pemberitaan melalui jalur hukum, bukanlah bentuk pembungkaman pers.

Justru di situlah letak penghormatan tertinggi terhadap demokrasi, bahwa perbedaan pandangan, kritik dan tuduhan tidak diselesaikan dengan amarah atau kekuasaan, melainkan dengan argumen dan bukti di hadapan hukum.
Sayangnya, ada sebagian kalangan yang dengan gegabah menafsirkan langkah hukum ini sebagai upaya “membungkam kebebasan pers”.

Sebuah tudingan yang tidak hanya keliru, tetapi juga berbahaya, karena mengaburkan garis batas antara kebebasan berekspresi dan kewajiban moral jurnalisme yang beretika.
Kebebasan pers adalah hak yang dijamin konstitusi, tetapi bukan hak tanpa batas.

Ia adalah kebebasan yang melekat dengan tanggung jawab etik dan sosial. Di dalamnya terkandung kewajiban untuk menghormati fakta, menjaga martabat subjek pemberitaan dan tidak melukai publik dengan fitnah atau insinuasi menyesatkan.

Ketika sebuah media memuat infografis yang menggambarkan beras busuk penuh kecoa, disertai narasi yang melukai batin petani dan aparatur pertanian, maka sesungguhnya telah lahir pertanyaan publik yang sah: Apakah ini kritik, atau penghinaan yang dibungkus opini?

Maka ketika pihak yang merasa dirugikan memilih jalur hukum, itu bukan bentuk represi terhadap kebebasan pers, melainkan tindakan konstitusional untuk menegakkan etika dan kebenaran.

Pengadilan hadir bukan untuk membungkam, melainkan untuk mengonfirmasi siapa yang berbohong dan siapa yang berpegang pada fakta.

Dengan begitu, masyarakat memperoleh pelajaran berharga bahwa demokrasi tidak hanya bicara tentang hak menyuarakan, tetapi juga kewajiban mempertanggungjawabkan setiap kata yang diucapkan di ruang publik.

Tuduhan bahwa langkah hukum Menteri Andi Amran Sulaiman adalah upaya membungkam kebebasan pers, sesungguhnya merupakan narasi yang menyesatkan. Ia berpotensi menciptakan opini keliru bahwa siapa pun yang menuntut kebenaran dari media berarti anti terhadap kebebasan pers.

Padahal, justru sebaliknya, menuntut kebenaran melalui jalur hukum adalah bukti kecintaan terhadap sistem demokrasi dan supremasi hukum itu sendiri.

Kita tidak boleh membiarkan tafsir sesat ini terus hidup. Karena bila dibiarkan, maka kebebasan pers akan kehilangan arah, menjadi kebebasan tanpa tanggung jawab, kebebasan yang melukai dan kebebasan yang menistakan profesi jurnalistik itu sendiri.

Sebagaimana hukum mengatur tindak pidana, demikian pula etika mengatur kebebasan berbicara. Maka mari kita jaga dua-duanya: pers yang merdeka, dan keadilan yang bermartabat.
Dalam dunia yang penuh kebisingan informasi, mencari kebenaran bukanlah tindakan membungkam, tetapi sebuah tanggung jawab moral agar masyarakat tidak tersesat oleh kata-kata yang kehilangan nurani.

Eramas 2000, 5 November 2025
Penulis, Aktivis dan Pemerhati Organisasi

Exit mobile version