Detikpangan.com, Jakarta — Konsorsium Panen Raya Nusantara (PARARA) kembali menghadirkan PARARA Mini Festival 2025 yang akan berlangsung pada 12–13 September 2025 di Taman Literasi, Blok M, Jakarta Selatan.

Mengusung tema #CareEatLove, festival ini menjadi ruang perayaan pangan lokal, tradisi nusantara, serta produk komunitas adat yang bertujuan mendekatkan kembali masyarakat terutama generasi muda dengan pangan sehat, berkelanjutan, dan penuh makna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Festival ini sejalan dengan peringatan Hari Pangan Sedunia 2025, yang menyerukan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menciptakan sistem pangan yang adil, damai, dan berketahanan. Melalui rangkaian program interaktif, PARARA Mini Festival 2025 ingin membangun kesadaran publik untuk lebih menghargai pangan lokal, sekaligus mendukung produsen, UMKM, dan masyarakat adat yang menjaga tradisi serta keberlanjutan alam.

Ketua Steering Committee PARARA Anang Setiawan mengatakan, sejak 2015 Konsorsium PARARA telah konsisten menghadirkan festival dua tahunan sebagai wadah bagi produsen pangan, pengrajin, dan komunitas adat dari berbagai daerah.

“Tahun ini, Festival PARARA kembali hadir dengan lebih dari 16 komunitas dan menampilkan produk unggulan mereka mulai dari pangan sehat, kerajinan, hingga karya fashion yang terinspirasi dari kain tradisi,” jelas Anang Setiawan di Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Dalam kegiatan ini, pengunjung dapat menikmati berbagai aktivitas, seperti talkshow & diskusi seputar pangan lokal, tradisi nusantara, dan isu lingkungan, Demo masak berbahan pangan lokal bersama Chef Laode (MasterChef Indonesia) dan Chef Ragil (NUSA Indonesian Gastronomy), workshop kreatif membuat kerajinan, merajut noken Papua dari benang kulit kayu serta membuat boneka jari, diskusi buku kuliner & wastra nusantara.

Tak hanya itu, LaSalle College Jakarta juga akan menampilkan karya berbasis kain tenun daerah dan penampilan musik oleh Bona Pascal serta pertunjukan seni tradisi.

“PARARA Mini Festival adalah wujud komitmen kami merawat bumi dan mendukung produsen lokal. Tahun ini kami ingin lebih dekat dengan generasi muda di perkotaan, mengajak mereka menjadikan pangan lokal sebagai bagian dari gaya hidup,” lanjut Anang Setiawan.

Dalam kesempatan itu, Rudi Panduwibowo, petani organik dari Gede Salak Pangrango (GSP) turut membagikan kisah inspiratif selaku produsen lokal yang selama ini bermitra dengan PARARA. Ia menuturkan PARARA membantu menjaga akses pasar pasca program CSR berakhir. “PARARA membuka jalan agar produk organik kami tetap hadir di pasar dengan harga stabil. Petani senang, konsumen pun mendapat pangan sehat berkualitas,” ujarnya.

Sementara itu, Beni Heryana dari Bakoel Singkong menekankan potensi singkong sebagai pangan masa depan. “Singkong itu lebih sehat, mudah dibudidayakan, dan bisa diolah modern. Dengan branding yang tepat, produk lokal bisa bersaing dengan pangan impor.”

Dari dunia kuliner, Chef Laode menyoroti peran generasi muda dalam melestarikan pangan lokal. “Petani sudah menyediakan bahan, pemerintah mendukung. Sekarang giliran anak muda untuk menghidupkan kembali pangan lokal, misalnya lewat media sosial atau gaya hidup sehari-hari. Kesadaran akan asal-usul pangan akan berdampak pada tubuh, lingkungan, dan produsen,” ungkapnya.

Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Bina Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat turut berkolaborasi dalam festival ini. Christriyati Ariani, Ketua Tim Kerja Gerakan Pangan Lokal Nusantara, menegaskan pentingnya mengangkat pangan masyarakat adat ke ruang publik.

“Banyak komunitas adat memiliki kearifan pangan yang sejalan dengan keberlanjutan. Pemerintah mendukung penuh kolaborasi ini agar pangan lokal tidak hanya dipertahankan, tetapi juga mendapat tempat dalam konsumsi sehari-hari. Kehadiran PARARA Mini Festival menjadi jembatan menuju gerakan pangan lokal nasional,” ujarnya.

Sementara dari bidang fashion dan wastra Indonesia, Shinta Lidwina Djiwatampu BS, M.Ds, LaSalle College Jakarta mengatakan PARARA Mini Festival 2025 ini adalah kesempatan untuk mengenalkan kain tenun daerah kepada lebih banyak masyarakat, karena masih banyak tenun daerah yang belum mendapat perhatian.

“Kain kiboki belum mendapat banyak perhatian. Karena itu kami ingin menampilkan karya-karya fashion yang memanfaatkan tenun tradisional dengan sentuhan desain kontemporer. Bahan-bahan kami beli langsung dari pengrajin dengan harga pantas, sebagai bentuk penghargaan terhadap usaha masyarakat adat. Dengan begitu, fashion tidak hanya menjadi karya estetis, tetapi juga sarana mendukung ekonomi lokal dan menjaga warisan budaya,” jelas Shinta Lidwina.

PARARA Mini Festival 2025 bukan hanya sekadar pameran, melainkan ruang literasi, apresiasi, dan perayaan. Festival ini diharapkan dapat menumbuhkan kebanggaan terhadap kekayaan pangan dan budaya nusantara, sekaligus memperkuat solidaritas antar-generasi dalam mencintai produk lokal.

“Pangan lokal bukan hanya soal makanan, tetapi soal identitas, keberlanjutan, dan masa depan bangsa,” tutup Anang Setiawan. (*)